JAKARTA - Guyonan KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur
mungkin kerap kali membuat suasana serius seketika mencair. Jika
membicarakan problem bangsa yang kalau dipikir-pikir sangat kompleks,
maka di mulut Gus Dur, hal itu mampu teramu seolah ringan dan bukan
sesuatu yang berat.
Kebiasaan Gus Dur bergurau itulah yang menjadi memori tak terlupakan
Presiden RI ke-4 tersebut. Melalui guyonannya juga, Gus Dur mampu
menciptakan suasana politik yang tidak tegang dan mampu melekatkan
berbagai kalangan yang sebelumnya terpisah akhirnya bersatu dalam
pluralisme.
"Bagi saya, Gus Dur adalah ahli tukar pikiran. Dia beri semangat
kepada orang yang berbeda-beda untuk lakukan tukar pikiran. Nah, di
dalam tukar pikiran itu, politikah atau isinya hanya sekadar
humor-humor?" canda pakar filsafat politik dari UI, Rocky Gerung, Kamis
(30/12/2010), dalam acara Seminar Haul ke-1 Gus Dur dengan tema "Menapak
Jejak Guru Bangsa" di Masjid Jami Al-Munawaroh, Ciganjur, Jakarta.
Namun, dia melihat politik memang kadang perlu disampaikan secara
humoris. Pasalnya, humor menjadi salah satu senjata ampuh untuk masuk ke
ranah politik.
"Hanya orang dengan intelektualitas luar biasa yang bisa
menggabungkan humor dengan segi politik yang dikritisi. Gus Dur
melakukan itu," ucap Rocky.
Dengan sikap santai Gus Dur inilah, banyak persoalan politik tidak
menjadi tegang. Namun dengan bersikap santai, Gus Dur bukan berarti
mudah mengalah. Kerap kali kebijakan-kebijakan Gus Dur dianggap
"nyentrik". Salah satunya adalah wacana pembubaran Departemen Agama yang
akhirnya tak jadi dilaksanakan.
Sikap pluralis Gus Dur pun yang membuatnya dengan mudah bergaul
dengan kelompok agama lain, seperti Kristen, Katolik, Buddha, Hindu,
hingga Konghucu meski dia berlatar belakang santri.
"Saya rasa Gus Dur tidak hanya berlebih pada kesalehan, tapi dia
punya banyak pemikiran yang bisa ditransmisikan oleh berbagai macam
orang," tutur Rocky. Selain itu, sikap Gus Dur tersebut semakin
meneguhkan dirinya sebagai seorang intelektual yang berani berduel
dengan pemikirannya.
"Kita punya lingkungan intelektual, tapi orang yang mau duel dengan
pemikiran itu sangat sedikit. Lebih banyak yang tukar tambah saja dengan
kekuasaan atau rekening bank," ungkap Rocky. "Pada diri Gus Dur, kita
bisa lihat seorang luar biasa yang berusaha menjadi biasa," ujarnya.
Sumber: Kompas.com | Kamis, 30 Desember 2010 | 14:01 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar